De Tjolomadoe merupakan obyek wisata baru di Solo yang menjadikan eks Pabrik Gula Colomadu sebagai obyek utamanya. Pabrik Gula yang sudah tidak berproduksi sejak 1998 ini dan saat ini telah di revitalisasi menjadi wahana museum , restoran, gedung konser. Untuk masuk ke De Tjolomadoe tidak dikenakan biaya tiket masuk. Pendirian Pabrik Gula ini tidak lepas dari sejarah panjang Gula di era penjajahan Belanda.
Gula adalah salah satu komoditi ekspor terpenting di masa kolonial Belanda. Ketika pemerintah kolonial Belanda mengalami krisis ekonomi akibat Perang Jawa, ekspor gula merupakan penyelamat bagi krisis mereka. Demi pemenuhan ekspor tersebut maka pemerintah kolonial Belanda memberlakukan tanam paksa bagi warga pribumi, mereka hanya diperbolehkan menanam tanaman seperti tebu, kopi dan teh untuk diekspor ke negara-negara Eropa. Cara berbisnis yang diterapkan Belanda kemudian dipelajari oleh KGPAA Mangkunegara IV sebagai jalan untuk kepentingan perekonomian kerajaan. Ketika itu Mangkunegaran tengah terlilit hutang kepada Belanda. Untuk membayar hutang tersebut Mangkunegara IV memulai bisnis dengan mengadopsi prinsip Belanda. Belanda menerapkan sistem tanam paksanya dengan cara menyewa lahan kepada bangsawan pribumi, Belanda memperoleh untung besar dengan cara seperti itu. Terinspirasi dari metode tersebut Mangkunegara IV tidak memperpanjang sewa tanah milik Mangkunegaran namun ia berniat untuk mendirilan pabrik gula sendiri. Sehingga pada 8 Desember 1861 dibangunlah sebuah pabrik gula di kawasan desa Malangjiwan, pabrik ini diberi nama pabrik gula Colomadu. Colo berarti gunung, sehingga bila diterjemahkan mengandung makna gunung madu. Penamaan ini mengandung harapan agar gula yang diproduksi pabrik gula ini sangat melimpah hingga menyerupai gunung. Pabrik gula Colomadu merupakan pabrik gula pertama di Jawa yang dibangun oleh pribumi. Pada tahun 1863 pabrik ini resmi beroperasi, dalam tahun pertama pabrik ini mampu memproduksi gula melebihi ekspektasi. Produksi gula yang melimpah ini membuat perekonomian kerajaan menguat. Untuk menunjang kehidupan pekerja pabrik, Mangkunegara IV juga melengkapi fasilitas dengan rumah sakit, sekolah, tempat hiburan, dan rumah dinas.
Pada masa kejayaannya Mangkunegara IV bahkan mampu membuka pabrik gula untuk kedua kalinya di desa Sondokoro yang diberi nama pabrik gula Tasikmadu pada tahun 1871 atau berselang sepuluh tahun dari pembangunan pabrik gula Colomadu. Tasik berarti lautan, sehingga Tasikmadu berarti lautan madu, sama seperti Colomadu penamaan ini mengandung harapan agar gula yang dihasilkan oleh pabrik gula ini melimpah. Setelah 140 tahun beriperasi pabrik gula Tasikmadu masih beroperasi. Dalam setahun pabrik gula ini beroperasi dari bulan Mei hingga Oktober. Sejak tahun 2005 area luar pabrik dijadikan wilayah agrowisata Sondokoro.
Saat ini kejayaan gula masih bisa kita saksikan di De Tjolomadoe , mesin mesin produksi hingga bangunan yang besar ex Pabrik Gula Colomadu yang memiliki arsitektur khas masa lalu. WisataSolo.ID 0818186285 menyediakan sewa mobil Solo dan sewa motor Solo dengan harga terbaik.