Berbicara mengenai pesona kota Solo yang termasyur dengan nilai-nilai budaya Jawa yang kental memang tidak akan ada akhirnya, karena banyak sekali sudut-sudut tempat di kota Solo ini memiliki kisah tersembunyi yang menunggu untuk disibak. Gencarnya promosi kota Solo sebagai kota budaya sedikit melupakan pentingnya peran Keraton Surakarta dalam pergerakan nasional dimasa perjuangan kemerdekaan. Bagi penduduk asli Solo pasti tak asing dengan suatu tempat bernama Tugu Lilin. Namun, banyak yang selama ini salah sangka. Tugu Lilin yang lebih familiar terletak di kecamatan Pajang, tepatnya di pertigaan pertemuan antara Jalan Joko Tingkir, Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Dr. Radjiman. Tetapi bukanlah minumen itu yang memiliki nilai historis.
Tugu Lilin yang sesungguhnya berada di kawasan Penumping, tepatnya di kompleks bangunan SMP Murni. Nama asli tugu ini adalah Monumen Kebangkitan Nasional. Bangunan ini memiliki tinggi 8 meter dengan ujungnya berbentuk lidah api merah menyala. Warna merah melambangkan semangat perjuangan rakyat Indoneaia yangbtak pernah padam. Menurut sejarah, Tugu Lilin dibangun dengan tujuan untuk memperingati 25 tahun berdirinya organisasi kebangsaan Budi Utomo. Ketika kepengurusan Budi Utomo dipindahkan ke Surakarta, maka keraton juga sangat berperan aktif dalam pergerakan ini. Pada tahun 1928 Budi Utomo bergabung dengan federasi partai politik Indonesia atas prakarsa Ir. Soekarno dibawah naungan PNI saat itu.
Pada rapat pengurus Budi Utomo tahun 1933 di Solo, disepakati akan dibangunnya sebuah monumen untuk memperingati 25 tahun bersirinya Budi Utomo. Pada saat itu, yang menjabat sebagai ketua Budi Utomo adalah Pangeran Woerjaningrat. Beliau dilimpahi tugas pembangunan monumen ini di Solo. Awalnya ada tiga lokasi yang akan dipilih untuk pembangunan monumen ini, yakni di kawasan Purwosari, Jebres dan Ngapeman. Namun ketiganya tidak diberikan ijin oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan alasan penamaan monumen yang mengandung kata ‘pergerakan’ didalamnya. Belanda sangat mengantisupasi semua kegiatan rakyat yang mengandung pergerakan bersifat nasional. Sebagai jalan akhir, pembangunan akan dilaksanakan di daerah neutraal onderwijs (sekarang Yayasan Murni) Penumping dengan nama yang disepakati dengan pihak Belanda berbunyi ‘Tugu Peringatan Kemajuan Rakyat 1908-1933’. Tanah dibangunnya tugu ini adalah milik Pakubuwono X. Setelah tahu tujuan pembuatan monumen ini Pakubuwono X mengijinkan tanahnya berdiri Tugu Kebangkitan Nasional.
Ada cerita yang beredar, ketika Pangeran Woerjaningrat menjadi ketua Budi Utomo dan sering berkunjung ke berbagai tempat di Indonesia, beliau mengumpulkan tanah dari temoat yang beliau pijak selama kunjungan itu. Tanah yang terkumpul dijadikan satu untuk pembangunan Tugu Lilin. Filosofi dari cerita tersebut bahwa monumen Tugu Lilin bertujuan untuk menyatukan seluruh bangsa Indosesia dalam satu perjuangan mengusir penjajahan di tanah air. Hingga sekarang, Tugu Lilin menjadi tempat peringatan Kebangkutan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. Sewa mobil Solo murah WisataSolo 0818186285 menyediakan sewa mobil di Solo dengan harga terbaik.